Bagaimana Mengurus Perceraian Tanpa
Advokat?
Aku WNI keturunan Chinese, umurku 27
dan punya anak laki-laki umur 2 tahunan, mau bertanya: 1) Bagaimana caranya
mengurus perceraian tanpa melalui pengacara? Apakah kita bisa mengurus sendiri?
Dan apakah sulit kalau saya sendiri mengurus perceraian itu? 2) Butuh biaya
berapa, dan caranya bagaimana, dan butuh proses berapa lama sampai perceraian
tuntas? 3) Apakah hak asuh anak pasti aku dapatkan?
=========================================================================
=========================================================================
1. Anda bisa saja melakukan proses
perceraian tanpa didampingi oleh advokat atau kuasa hukum. Bila menurut Anda
hasil yang akan diraih terbilang cukup optimal dengan mengurus sendiri, proses
perceraian bisa saja dilakukan tanpa didampingi advokat. Namun, biasanya para
pihak merasa perlu didampingi advokat, karena awam soal hukum serta belum tahu
mengenai prosedur persidangan.
Di sisi lain, peran advokat
sebenarnya tidak hanya untuk mewakili para pihak saat beracara. Advokat juga
dapat menjembatani dialog antara para pihak yang akan bercerai dalam
membicarakan segala kesepakatan yang ingin dicapai misalnya, tunjangan hidup,
hak asuh anak dan hal-hal penting lainnya.
2. Untuk perceraian tidak ada standar
baku mengenai biayanya. Biaya panjar perkara untuk perceraian ini bergantung
pada pengadilan mana Anda akan mengajukan perceraian tersebut. Biaya untuk jasa
advokat pun bergantung pada kesepakatan antara klien dengan advokat. Umumnya,
advokat menawarkan jasa hukum dua macam skema pembayaran yaitu secara lump
sum (pembayaran tunai) atau hourly-basis (dihitung per-jam). Klien
dapat menentukan skema mana yang cocok dengan kemampuan dan kebutuhannya. Lebih
jauh simak artikel kami berjudul Biaya
Cerai.
Pada umumnya proses perceraian akan
memakan waktu maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pertama, baik di
Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Agama.
Untuk mengajukan gugatan cerai,
dibedakan bagi yang beragama Islam gugatan diajukan ke Pengadilan Agama dan
bagi yang beragama selain Islam gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri. Mengenai
tata cara perceraian ini lebih lanjut dijelaskan oleh Prof. H. Hilman
Hadikusuma, S.H. dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan
Indonesia” sebagai berikut:
Tata
cara perceraian di Pengadilan Negeri:
·
Gugatan cerai diajukan oleh
penggugat atau kuasanya di pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman tergugat, kecuali tergugat tidak diketahui tempat kediaman atau
tergugat di luar negeri sehingga gugatan harus diajukan di pengadilan tempat
kediaman penggugat;
·
Pemeriksaan gugatan oleh Hakim;
·
Perceraian diputus oleh Hakim;
·
Putusan perceraian didaftarkan kepada
Pegawai Pencatat.
Tata cara perceraian di Pengadilan Agama :
Dalam hal suami sebagai pemohon (Cerai Talak):
·
Seorang suami yang akan menceraikan
istrinya mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk mengadakan sidang guna
menyaksikan ikrar talak di Pengadilan tempat kediaman termohon (istri). Kecuali
apabila termohon dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman yang ditentukan
bersama tanpa izin pemohon;
·
Dalam hal termohon bertempat tinggal
di luar negeri, permohonan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman pemohon;
·
Dalam hal pemohon dan termohon
bertempat tinggal di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau
kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
Dalam hal istri sebagai penggugat (Cerai Gugat) :
·
Gugatan perceraian diajukan oleh
istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman penggugat (istri), kecuali apabila penggugat dengan sengaja
meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat (suami);
·
Dalam hal penggugat bertempat
tinggal di luar negeri maka gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat;
·
Dalam hal penggugat dan tergugat
bertempat tinggal di luar negeri maka gugatan diajukan kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat;
Proses selanjutnya baik untuk Cerai
Talak maupun Cerai Gugat adalah:
·
Pemeriksaan oleh Hakim;
·
Usaha perdamaian oleh Hakim terhadap
kedua belah pihak (mediasi);
·
Dalam hal kedua belah pihak
sudah tidak mungkin lagi didamaikan dan telah cukup alasan perceraian, ikrar
talak diucapkan atau perceraian diputus;
·
Penetapan Hakim bahwa perkawinan
putus;
·
Putusan perceraian didaftarkan
kepada Pegawai Pencatat.
3. Mengenai hak asuh anak, pengadilan
biasanya memberikan hak perwalian dan pemeliharaan anak di bawah umur kepada
ibu. Dasarnya, Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) yang mengatakan
anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah anak tersebut
berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih untuk diasuh oleh ayah
atau ibunya.
Menurut pengajar hukum Islam di Universitas Indonesia, Farida
Prihatini dalam artikel “Hak Asuh Harus Menjamin Kepentingan Terbaik Anak”,
sebaiknya hak asuh anak diberikan kepada ibunya bila anak belum dewasa
dan belum baligh. Karena ibu secara fitrahnya lebih bisa mengatur anak
dan lebih telaten mengasuh anak. Tapi, menurutnya, hak asuh anak
juga tidak tertutup kemungkinan diberikan kepada sang ayah kalau ibu tersebut
memilki kelakuan yang tidak baik, serta dianggap tidak cakap untuk menjadi
seorang ibu, terutama dalam mendidik anaknya.
Mengenai nafkah bagi anak setelah
cerai, sesuai Pasal 41 huruf b UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan jika terjadi perceraian maka
bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang
diperlukan anak. Akan tetapi, masih menurut pasal yang sama, hal tersebut juga
melihat pada kemampuan bapak. Apabila bapak tidak dapat memberi kewajiban
tersebut maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut.
Jadi, apakah Anda akan mendapatkan
hak asuh anak atau tidak, sepenuhnya akan menjadi kewenangan Hakim yang memutus
dengan mempertimbangkan berbagai hal yang, di antaranya, telah kami terangkan
di atas.
Demikian
jawaban dari kami, semoga menjawab hal-hal yang ditanyakan.
Dasar
hukum:
4. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991
tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar